A.
ALAT
BANTU ANALISIS KONFLIK
Analisis konflik sebagai suatu proses praktis untuk
mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Kemudian
pemahaman ini membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan mengembangkan tindakan.
Analisis konflik dilakukan secara terus menerus seiring dengan perkembangan
situasi, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan dapat disesuaikan dengan
berbagai faktor, dinamika, dan keadaan yang berubah. Analisis konflik dapat
dilakukan dengan sejumlah alat bantu dan teknik yang sederhana, praktis dan
yang sesuai.
Ada pun tujuan
dari menganalisis konflik, antara lain:
1. Mengetahui
latar belakang dan sejarah suatu situasi
dan kejadian-kejadian saat ini.
2. Mengidentifikasi semua kelompok yang terlibat.
3. Memahami
pandangan semua kelompok dan lebih mengetahui bagaimana hubungannya satu dengan
yang lain.
4. mengidentiifikasi
faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik.
5. belajar
dari kegagalan dan juga kesuksesan.
B.
PENAHAPAN
KONFLIK
Penahapan
konflik merupakan suatu grafik yang menunjukan peningkatan dan penurunan
intensitas konflik yang digambar dalam skala waktu tertentu. Konflik berubah
setiap saat melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan
yang berbeda. Tahap-tahap ini penting sekali diketahui dan digunakan bersama
alat bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang
berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Penahapan konflik dilakukan di awal proses analisis untuk
mengidentifikasi pola-pola dalam konflik dan akhir proses untuk membantu
menyusun strategi.
Analisis
konflik dasar terdiri dari 5 penahapan umumnya disajikan secara berurutan dan
mungkin berulang dengan siklus yang sama. Tahapan-tahapan ini adalah
1. Prakonflik
Ini
merupakan periode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak
atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum,
meski suatu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi
(pertentangan). Mungkin terjadi ketegangan hubungan di antara beberapa pihak
dan atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini.
2. Konfrontasi
Pada
tahap ini konflik makin jelas terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada
masalah, maka pihak lain yang mendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi
atau perilaku konfrontasi lainnya. Kadang pertikaian dan kekerasan pada tingkat
rendah lainnya terjadi diantara kedua pihak. Masing-masing pihak mencari
kekuatan, sumber daya, dan sekutu untuk meningkatkan ketegangan dan kekerasan.
Kedua pihak sangat tegang sehingga terjadi polarisasi diantara pendukung
masing-masing pihak.
3. Krisis
Ini
merupakan puncak konflik. Ketegangan dan kekerasan terjadi sangat hebat. Dalam
konflik skala besar ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua
pihak terbunuh. Komunikasi normal dintara kedua pihak kemungkinan putus.
Pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak –pihak
lainnya.
4. Akibat
Suatu
krisis pasti akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak mungkin menaklukan pihak
lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata. Satu pihak menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak
mungkin setuju bernegoisasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Suatu pihak
yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga lainnya yang lebih berkuasa mungkin
memaksa kedua pihak menghentikan pertikaian. Apa pun keadaannya, tingkat
ketegangan konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini agak menurun, dengan
kemungkinan adanya penyelesaian
5. Pasca
konflik
Akhirnya,
situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan,
ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua
pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran
mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering
kembali lagi menjadi situasi pra-konflik.
C.
CONTOH
ANALISIS KONFLIK MENGGUNAKAN PENAHAPAN KONFLIK
“Konflik Masyarakat
Nagari Abai dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan mengenai Hak Guna Usaha (HGU) PT. Ranah Andalas Plantation (RAP)”
Proses
konflik ini sudah berlangsung lama. Mulai dari keberadaan pemilik modal tahun
2005 sampai kepada tahap pengurusan penerbitan HGU PT. RAP tahun 2014. Konflik ini
juga banyak melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat Nagari Abai, pihak PT.
RAP, Pemerintah Solok Selatan serta Pemerintan Nagari Abai. konflik ini terjadi
karena tidak ada keseriusan pemerintah daerah dan pihak perusahaan dalam
menyelesaikan persoalan ini. Sehingga masyarakat berjuang sendiri dalam
mempertahankan hak mereka yang ditandai
dengan mendatangi dan memberikan tuntutan kepada Badan Pertanahan Nasional
(BPN) pusat agar HGU PT. RAP tidak diterbitkan.
Pra konflik Tahap I (Tahun 2005-2006)
PT. RAP
berdiri pada tahun 2005 dan langsung melakukan penanaman modal di Kabupaten
Solok Selatan. Melalui keputusan Bupati Solok Selatan NO. 121/ BUP- 2005
tentang izin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit PT. Ranah Andalas
Plantation. Pada Akhir 2006 pihak perusahan melakukan pendekatan dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN)
Abai membahas kerjasama pembukaan lahan perkebunan sawit di Nagari Abai.
Beberapa orang Niniak Mamak Nagari Abai merespon dengan baik, sebab pemilik
modal menawarkan bagi hasil yaitu 60% untuk PT. RAP dan 40% untuk masyarakat
pemilik lahan. Secara lisan PT. RAP mendapat persetujuan dari beberapa niniak
mamak, Dengan adanya persetujuan tersebut Maka akan dilakukan perjanjian
kesepakatan berupa MOU. MOU bersama PT. RAP dengan pemuka Nagari Abai yang di
wakili KAN Abai. Hal ini ternyata belum mendapat kesepakatan dengan seluruh masyarakat pemilik lahan meskipun sebagian pemilik lahan
telah menyarahkan lahannya. Sedangkan sebagian besar lahan yang belum
diserahkan ke PT. RAP merupakan area
persawahan warga yang merupakan sumber mata pencarian utama mereka.
Dengan
kerjasama tersebut tentu membuat kecemasan ditengah masyarakat Abai, mereka
menyadari bahwa secara tidak langsung telah terjadi penyerahan lahan yang
dilakukan oleh niniak mamak. Lahan tersebut bukanlah hutan tinggi (hutan yang
belum dikelolah) melainkan perkebunan masyarakat. Masyarakat memiliki hak atas
lahannya, karena mereka tidak mau nantinya lahan mereka dikuasai oleh pihak
perusahaan.
Konfrontasi Tahap I (Tahun 2006)
Masyarakat Abai menolak dan menentang
hal tersebut, masyarakat berkumpul dan berorasi di sekililing Nagari Abai.
Sehingga MOU tersebut gagal, Akhirnya masyarakat mendatangi kantor PT.RAP di
Nagari Abai, mereka mengusir pihak perusahaan dan menolak kesepakatan ataupun
kerjasama antara pemuka masyarakat Abai dan pihak PT RAP.
Aksi masyakat Abai tersebut merupakan
pertentangan antara masyarakat dengan niniak mamak. Pertentangan itu terjadi
karena masyarakat menilai bahwa tidak ada hak niniak mamak untuk menyerahkan
lahan masyarakat kepada siapapun. Faktor penolakan ini didasari oleh kesadaran
masyarakat terhadap adanya tekanan dari beberapa orang Niniak Mamak Nagari Abai
serta pemerintah Solok Selatan yang telah memasukan wilayah Nagari Abai dalam
izin lokasi perkebunan kelapa sawit PT. RAP.
Kritis Tahap I (Tahun 2007)
Pada Desember 2007 masyarakat Abai
melakukan unjukrasa penolakan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit PT. RAP
di depan kantor Bupati dan kantor DPRD Solok Selatan. Masyarakat menuntut
pemerintah daerah agar melarang pihak perusahaan untuk tidak beroperasi di Nagari
Abai dan juga wiliyah Abai dihapuskan dari lokasi PT. RAP.
Upaya yang dilakukan masyarakat Nagari
Abai sudah jelas bahwa mereka menolak keberadaan pemilik modal di Nagari Abai.
Sebab masyarakat itu sendiri sudah di bayangi rasa ketakutan dan kecemasan
kehilangan hak mereka. Sebab lahan yang dicadangkan oleh untuk pemilik modal
merupakan lahan garapan masyarakat itu sendiri. Ketika pemilik modal mendapat legilitas dari pemerintah, tentu pengusaannya di pegang oleh
perusahaan. Makanya masyarakat tentu ingin adanya suatu kesepakatan yang jelas
antara pemerintah dan pemilik modal dengan masyarakat.
Akibat Tahap I
(Tahun 2007-2008)
Unjuk rasa masyarakat akhirnya membuahkan hasil
yaitu kesepakatan antara masyarakat Abai dengan pemerintah daerah serta pihak
PT. RAP. Pemerintah akan mempermudah pengurusan sertifikat tanah masyarakat
yang tidak menyerahkan lahannya kepada PT. RAP.Selain itu adanya nota
kesepahaman antara masyarakat Abai dengan PT. RAP yang diketahui oleh Bupati
Solok Selatan. Dalam nota kesepahaman tersebut bahwa PT. RAP tidak akan membuka
lahan perkebunan terlalu dekat dengan perkampungan penduduk, paling tidak
berjarak lebih dari 1 (satu) kilometer. Pada
tanggal 11 Januari 2008 masyarakat Nagari Abai juga membuat kesepakatan bersama
terhadap PT. RAP. Pada dasarnya masyarakat tetap pada pendirian agar tanah
masyarakat Nagari Abai dikeluarkan dari SK/Sertifikat HGU PT. RAP.
Dari kesepahaman dan
kesepakatan baik itu antara masyarakat Abai dengan PT. Ranah Andalas Plantation
(RAP) maupun antara masyarakat Abai dengan pemerintah telah menemukan titik
terang. Masyarakat memiliki hak menyerahkan ataupun tidak menyerahankan
lahannya kepada PT. RAP. Begitu juga dengan pihak perusahaan hanya berhak
mengelolah tanah yang telah diserahkan oleh masyarakat. Serta pemerintah bisa
memproses tanah masyarakat yang tidak diserahkan ke pihak perusahaan supaya
dapat diberikan sertifikat tanah atau hak penuh kepada masyarakat. Pemerintah
juga memiliki wewenang dan memproses HGU PT. RAP secepatnya untuk keperluan
pembangunan kelapa sawit dilapangan.
Pasca Konflik Tahap I &
Pra
Konflik Tahap II (Tahun 2009 - 2012)
Kesepakatan yang telah dibuat
antara masyarakat dengan pemerintah tidak berjalan dengan baik. Pada
kenyataannya sudah setahun kesepakatan dibuat masyarakat masih susah mengurus
sertifikat. Kesulitan dalam pengurusan sertifikat tanah disebabkan bahwa tanah
masyarakat tersebut tetap berada dalam peta lokasi perkebuanan kelapa sawit PT.
RAP. Sehingga masyarakat justru semangkin merasa
dibodoh-bodohi dan pemerintah daerah tidak serius dalam menyelesaikan masalah
yang terjadi. oleh karena itu kecemasan masyarakat akan kehilangan lahannya
semakin kuat dan menyebabkan situasi prakonflik kembali terjadi dengan konflik
lebih bersifat laten.
Disamping tidak ditepatinya
kesepakatan dengan masyarakat, justru tahun 2012 secara perlahan perusahaan
mengajukan permohonan penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU). Permohonan HGU PT.
RAP mendapat dukungan dari pemerintah daerah dengan wilayah HGU PT. RAP
terdapat di 5 Nagari, yaitu Nagari Bidar Alam (Kecamatan Sangir Jujuan) dan
Nagari RPC, Abai, Sitapus dan Dusun Tangah (Kecamatan Sangir Batang Hari).
Masing-masing Wali Nagari bersepakat memberikan
dukungan penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. RAP. Luas tanah dalam
pencadangan HGU PT. RAP untuk 5 Nagari tersebut yang diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN) provinsi Sumatra Barat yaitu 8.237 Ha. Dengan adanya
kesepakatan tersebut maka Bupati Solok Selatan mengeluarkan surat dukungan
penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT. Ranah Andalas Plantation yang
akan diajukan kepada Badan Pertanahan Nasional di Jakarta.
Selain itu area lahan
pencadangan HGU PT. RAP sangat dekat dengan perkampungan Nagari Abai hanya
berjarak 10-50 meter, tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya yang mana pihak
PT RAP akan membuka perkebunan sekitar 1 (satu) kilometer dari perkampungan masyarakat
Nagari Abai. Sehingga di dalamnya pencadangan HGU tersebut banyak terdapat
lahan dan pemukiman masyarakat Nagari Abai. Dengan kejadian seperti ini
masyarakat Nagari Abai kembali di buat resah dan akan terancam kehilangan hak
mereka. Masalah ini semangkin bertambah ketika pemerintah Nagari Abai mendukung
penerbitan HGU tersebut. Mereka yang tadinya berharap pemerintah Nagari
mendukung masyarakat Abai ternyata bertolak belakang dengan keinginan
masyarakat. Sehingga konflik antara masyarakat dengan Wali
Nagari Abai dan pemerintah Nagari Abai tidak
bisa di hindarkan.
Kronfrontasi Tahap II (Tahun 2012)
Hal tersebut dilakukan masyarakat Abai, karena mereka
tidak mau wilayah mereka berada dalam HGU PT. RAP. Sementara pemerintah daerah
ataupun pemerintah Nagari Abai dalam hal ini telah memberikan dukungan
penerbitan HGU kepada perusahaan. Sementara masyarakat Abai beranggapan bahwa
pemerintah daerah dan pemerintah Nagari Abai serta PT. RAP adalah musuh
masyarakat Abai. Sehingga masyarakat menilai bahwa pemerintah daerah tidak
berpihak kepada mereka. Sehingga masyarakat Abai melakukan berbagai upaya untuk
memperjuangkan kepentingan mereka, salah satunya menghalangi penerbitan HGU PT.
RAP dengan memberikan tuntutan penolakan HGU PT. RAP kepada perusahaan. Sehingga
semakin memperjelas bahwa konflik yang terjadi tidak hanya dengan pemerintah
saja, tetapi juga dengan perusahaan.
Kritis Tahap II (Tahun 2013)
Tuntutan
terhadap HGU PT.RAP yang dilakukan sejak 2012 akhinya meledak dengan aksi massa
yang dilakukan masyarakat Abai kepada pemerintah Nagari Abai secara anarkis
pada 2013. Aksi yang dilakukan masyarakat
sebenarnya agar Pemerintah Nagari mendukung masyarakatnya dan bersama-sama
menolak HGU PT. RAP dengan mencabut kembali kesepakatan bersama/pernyataan terhadap
penerbitan HGU PT. RAP di Nagari Abai.
Akibatnya
Tahap II (Tahun 2013)
Dengan adanya aksi
anarkis tersebut, akhirnya pemerintah Nagari Abai memenuhi desakan tersebut,
dengan mencabut dukungan penerbitan HGU PT. RAP.
Pascakonflik
Tahap II (Tahun 2013 – 2014)
Setelah pemerintah
Nagari Abai mencabut kembali kesepakatan bersama/pernyataan terhadap penerbitan
HGU PT. Perusahaan tetap mengajukan permohonan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU)
ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat. Setelah langkah-langkah yang
ditempuh juga tidak berhasil, maka hal yang harus dilakukan masyarakat agar wilayah mereka tidak berada dalam kawasan HGU
PT. RAP yaitu dengan mengirim tuntutan kepada kepala Badan Pertanahan Nasional
di Jakarta pada 2013. Tuntutan diberikan langsung oleh masyarakat Abai yang
diwakili oleh 3 orang Anggota DPRD Solok Selatan. Tuntutan tersebut berkaitan
dengan penolakan penyerahan lahan garapan masyarakat kedalam Hak Guna Usaha
(HGU) PT. Ranah Andalas Plantation. Bahwa terkait dengan adanya dukungan penerbitan HGU PT. RAP
dari lima Wali Nagari dengan direktur utama PT. RAP dan adanya rekomendasi dari
Bupati Solok Selatan telah menimbulkan konflik antara masyarakat Nagari Abai
dengan Pemerintah Nagari. Lahan yang diusulkan untuk dijadikan perkebunan
kelapa sawit oleh PT. RAP sebenarnya bukan tanah Ulayat Nagari, akan tetapi
adalah lahan garapan milik pribadi yang telah dikuasai selama berpuluh-puluh
tahun yang lalu. Akhirnya situasi ini
kembali normal ketika upaya yang dilakukan masyarakat membuahkan hasil. Pada
2014 BPN pusat menolak HGU yang di usulkan PT. RAP.
Penahapan “Konflik Masyarakat Nagari Abai dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan mengenai Hak Guna Usaha (HGU) PT. Ranah Andalas Plantation (RAP)”
REFERENSI
Fisher, Simon,
dkk. 2001. Mengelola Konflik Keterampilan & Strategi untuk Bertindak.
Jakarta:
The British Council.
Amrizal. 2015. Jurnal Konflik
Masyarakat Nagari Abai dengan Pemerintah Kabupaten Solok
Selatan Mengenai Hak Guna Usaha PT. Ranah Andalas Plantation.