Sponsor

Minggu, 11 Desember 2016

ALAT BANTU ANALISIS KONFLIK : PENAHAPAN KONFLIK

A.      ALAT BANTU ANALISIS  KONFLIK
Analisis konflik sebagai suatu proses praktis untuk mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Kemudian pemahaman ini membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan mengembangkan tindakan. Analisis konflik dilakukan secara terus menerus seiring dengan perkembangan situasi, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan dapat disesuaikan dengan berbagai faktor, dinamika, dan keadaan yang berubah. Analisis konflik dapat dilakukan dengan sejumlah alat bantu dan teknik yang sederhana, praktis dan yang sesuai.
Ada pun tujuan dari menganalisis konflik, antara lain:
1.    Mengetahui latar belakang  dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini.
2.    Mengidentifikasi  semua kelompok yang terlibat.
3.    Memahami pandangan semua kelompok dan lebih mengetahui bagaimana hubungannya satu dengan yang lain.
4.    mengidentiifikasi faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik.
5.    belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.

B.       PENAHAPAN KONFLIK
Penahapan konflik merupakan suatu grafik yang menunjukan peningkatan dan penurunan intensitas konflik yang digambar dalam skala waktu tertentu. Konflik berubah setiap saat melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda. Tahap-tahap ini penting sekali diketahui dan digunakan bersama alat bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Penahapan konflik dilakukan  di awal proses analisis untuk mengidentifikasi pola-pola dalam konflik dan akhir proses untuk membantu menyusun strategi.
Analisis konflik dasar terdiri dari 5 penahapan umumnya disajikan secara berurutan dan mungkin berulang dengan siklus yang sama. Tahapan-tahapan ini adalah
1.      Prakonflik
Ini merupakan periode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meski suatu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi (pertentangan). Mungkin terjadi ketegangan hubungan di antara beberapa pihak dan atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini.
2.      Konfrontasi
Pada tahap ini konflik makin jelas terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, maka pihak lain yang mendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku konfrontasi lainnya. Kadang pertikaian dan kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi diantara kedua pihak. Masing-masing pihak mencari kekuatan, sumber daya, dan sekutu untuk meningkatkan ketegangan dan kekerasan. Kedua pihak sangat tegang sehingga terjadi polarisasi diantara pendukung masing-masing pihak.
3.      Krisis
Ini merupakan puncak konflik. Ketegangan dan kekerasan terjadi sangat hebat. Dalam konflik skala besar ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal dintara kedua pihak kemungkinan putus. Pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak –pihak lainnya.
4.      Akibat
Suatu krisis pasti akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak mungkin menaklukan pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata. Satu pihak  menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak mungkin setuju bernegoisasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga lainnya yang lebih berkuasa mungkin memaksa kedua pihak menghentikan pertikaian. Apa pun keadaannya, tingkat ketegangan konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian
5.      Pasca konflik
Akhirnya, situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi pra-konflik.

C.      CONTOH ANALISIS KONFLIK MENGGUNAKAN PENAHAPAN KONFLIK
Konflik Masyarakat Nagari Abai dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan mengenai Hak Guna Usaha  (HGU) PT. Ranah Andalas Plantation (RAP)

Proses konflik ini sudah berlangsung lama. Mulai dari keberadaan pemilik modal tahun 2005 sampai kepada tahap pengurusan penerbitan HGU PT. RAP tahun 2014. Konflik ini juga banyak melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat Nagari Abai, pihak PT. RAP, Pemerintah Solok Selatan serta Pemerintan Nagari Abai. konflik ini terjadi karena tidak ada keseriusan pemerintah daerah dan pihak perusahaan dalam menyelesaikan persoalan ini. Sehingga masyarakat berjuang sendiri dalam mempertahankan hak mereka yang ditandai dengan mendatangi dan memberikan tuntutan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat agar HGU PT. RAP tidak diterbitkan.
Pra konflik Tahap I (Tahun 2005-2006)
PT. RAP berdiri pada tahun 2005 dan langsung melakukan penanaman modal di Kabupaten Solok Selatan. Melalui keputusan Bupati Solok Selatan NO. 121/ BUP- 2005 tentang izin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit PT. Ranah Andalas Plantation. Pada Akhir 2006 pihak perusahan melakukan pendekatan dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Abai membahas kerjasama pembukaan lahan perkebunan sawit di Nagari Abai. Beberapa orang Niniak Mamak Nagari Abai merespon dengan baik, sebab pemilik modal menawarkan bagi hasil yaitu 60% untuk PT. RAP dan 40% untuk masyarakat pemilik lahan. Secara lisan PT. RAP mendapat persetujuan dari beberapa niniak mamak, Dengan adanya persetujuan tersebut Maka akan dilakukan perjanjian kesepakatan berupa MOU. MOU bersama PT. RAP dengan pemuka Nagari Abai yang di wakili KAN Abai. Hal ini ternyata belum mendapat kesepakatan dengan seluruh masyarakat  pemilik lahan meskipun sebagian pemilik lahan telah menyarahkan lahannya. Sedangkan sebagian besar lahan yang belum diserahkan ke PT. RAP merupakan  area persawahan warga yang merupakan sumber mata pencarian utama mereka.
Dengan kerjasama tersebut tentu membuat kecemasan ditengah masyarakat Abai, mereka menyadari bahwa secara tidak langsung telah terjadi penyerahan lahan yang dilakukan oleh niniak mamak. Lahan tersebut bukanlah hutan tinggi (hutan yang belum dikelolah) melainkan perkebunan masyarakat. Masyarakat memiliki hak atas lahannya, karena mereka tidak mau nantinya lahan mereka dikuasai oleh pihak perusahaan.

Konfrontasi Tahap I (Tahun 2006)
Masyarakat Abai menolak dan menentang hal tersebut, masyarakat berkumpul dan berorasi di sekililing Nagari Abai. Sehingga MOU tersebut gagal, Akhirnya masyarakat mendatangi kantor PT.RAP di Nagari Abai, mereka mengusir pihak perusahaan dan menolak kesepakatan ataupun kerjasama antara pemuka masyarakat Abai dan pihak PT RAP.
Aksi masyakat Abai tersebut merupakan pertentangan antara masyarakat dengan niniak mamak. Pertentangan itu terjadi karena masyarakat menilai bahwa tidak ada hak niniak mamak untuk menyerahkan lahan masyarakat kepada siapapun. Faktor penolakan ini didasari oleh kesadaran masyarakat terhadap adanya tekanan dari beberapa orang Niniak Mamak Nagari Abai serta pemerintah Solok Selatan yang telah memasukan wilayah Nagari Abai dalam izin lokasi perkebunan kelapa sawit PT. RAP.
Kritis Tahap I (Tahun 2007)
Pada Desember 2007 masyarakat Abai melakukan unjukrasa penolakan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit PT. RAP di depan kantor Bupati dan kantor DPRD Solok Selatan. Masyarakat menuntut pemerintah daerah agar melarang pihak perusahaan untuk tidak  beroperasi di Nagari Abai dan juga wiliyah Abai dihapuskan dari lokasi PT. RAP.
Upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Abai sudah jelas bahwa mereka menolak keberadaan pemilik modal di Nagari Abai. Sebab masyarakat itu sendiri sudah di bayangi rasa ketakutan dan kecemasan kehilangan hak mereka. Sebab lahan yang dicadangkan oleh untuk pemilik modal merupakan lahan garapan masyarakat itu sendiri. Ketika pemilik modal mendapat legilitas dari pemerintah, tentu pengusaannya di pegang oleh perusahaan. Makanya masyarakat tentu ingin adanya suatu kesepakatan yang jelas antara pemerintah dan pemilik modal dengan masyarakat.
Akibat Tahap I  (Tahun 2007-2008)
Unjuk rasa masyarakat akhirnya membuahkan hasil yaitu kesepakatan antara masyarakat Abai dengan pemerintah daerah serta pihak PT. RAP. Pemerintah akan mempermudah pengurusan sertifikat tanah masyarakat yang tidak menyerahkan lahannya kepada PT. RAP.Selain itu adanya nota kesepahaman antara masyarakat Abai dengan PT. RAP yang diketahui oleh Bupati Solok Selatan. Dalam nota kesepahaman tersebut bahwa PT. RAP tidak akan membuka lahan perkebunan terlalu dekat dengan perkampungan penduduk, paling tidak berjarak lebih dari 1 (satu) kilometer.  Pada tanggal 11 Januari 2008 masyarakat Nagari Abai juga membuat kesepakatan bersama terhadap PT. RAP. Pada dasarnya masyarakat tetap pada pendirian agar tanah masyarakat Nagari Abai dikeluarkan dari SK/Sertifikat HGU PT. RAP.
Dari kesepahaman dan kesepakatan baik itu antara masyarakat Abai dengan PT. Ranah Andalas Plantation (RAP) maupun antara masyarakat Abai dengan pemerintah telah menemukan titik terang. Masyarakat memiliki hak menyerahkan ataupun tidak menyerahankan lahannya kepada PT. RAP. Begitu juga dengan pihak perusahaan hanya berhak mengelolah tanah yang telah diserahkan oleh masyarakat. Serta pemerintah bisa memproses tanah masyarakat yang tidak diserahkan ke pihak perusahaan supaya dapat diberikan sertifikat tanah atau hak penuh kepada masyarakat. Pemerintah juga memiliki wewenang dan memproses HGU PT. RAP secepatnya untuk keperluan pembangunan kelapa sawit dilapangan.
Pasca Konflik Tahap I & Pra Konflik Tahap II (Tahun 2009 - 2012)
Kesepakatan yang telah dibuat antara masyarakat dengan pemerintah tidak berjalan dengan baik. Pada kenyataannya sudah setahun kesepakatan dibuat masyarakat masih susah mengurus sertifikat. Kesulitan dalam pengurusan sertifikat tanah disebabkan bahwa tanah masyarakat tersebut tetap berada dalam peta lokasi perkebuanan kelapa sawit PT. RAP. Sehingga masyarakat justru semangkin merasa dibodoh-bodohi dan pemerintah daerah tidak serius dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. oleh karena itu kecemasan masyarakat akan kehilangan lahannya semakin kuat dan menyebabkan situasi prakonflik kembali terjadi dengan konflik lebih bersifat laten.
Disamping tidak ditepatinya kesepakatan dengan masyarakat, justru tahun 2012 secara perlahan perusahaan mengajukan permohonan penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU). Permohonan HGU PT. RAP mendapat dukungan dari pemerintah daerah dengan wilayah HGU PT. RAP terdapat di 5 Nagari, yaitu Nagari Bidar Alam (Kecamatan Sangir Jujuan) dan Nagari RPC, Abai, Sitapus dan Dusun Tangah (Kecamatan Sangir Batang Hari). Masing-masing Wali Nagari bersepakat memberikan dukungan penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. RAP. Luas tanah dalam pencadangan HGU PT. RAP untuk 5 Nagari tersebut yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi Sumatra Barat yaitu 8.237 Ha. Dengan adanya kesepakatan tersebut maka Bupati Solok Selatan mengeluarkan surat dukungan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT. Ranah Andalas Plantation yang akan diajukan kepada Badan Pertanahan Nasional di Jakarta.
Selain itu area lahan pencadangan HGU PT. RAP sangat dekat dengan perkampungan Nagari Abai hanya berjarak 10-50 meter, tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya yang mana pihak PT RAP akan membuka perkebunan sekitar 1 (satu) kilometer dari perkampungan masyarakat Nagari Abai. Sehingga di dalamnya pencadangan HGU tersebut banyak terdapat lahan dan pemukiman masyarakat Nagari Abai. Dengan kejadian seperti ini masyarakat Nagari Abai kembali di buat resah dan akan terancam kehilangan hak mereka. Masalah ini semangkin bertambah ketika pemerintah Nagari Abai mendukung penerbitan HGU tersebut. Mereka yang tadinya berharap pemerintah Nagari mendukung masyarakat Abai ternyata bertolak belakang dengan keinginan masyarakat. Sehingga konflik antara masyarakat dengan Wali Nagari Abai dan pemerintah Nagari Abai tidak bisa di hindarkan.
Kronfrontasi Tahap II (Tahun 2012)
Hal tersebut dilakukan masyarakat Abai, karena mereka tidak mau wilayah mereka berada dalam HGU PT. RAP. Sementara pemerintah daerah ataupun pemerintah Nagari Abai dalam hal ini telah memberikan dukungan penerbitan HGU kepada perusahaan. Sementara masyarakat Abai beranggapan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah Nagari Abai serta PT. RAP adalah musuh masyarakat Abai. Sehingga masyarakat menilai bahwa pemerintah daerah tidak berpihak kepada mereka. Sehingga masyarakat Abai melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka, salah satunya menghalangi penerbitan HGU PT. RAP dengan memberikan tuntutan penolakan HGU PT. RAP kepada perusahaan. Sehingga semakin memperjelas bahwa konflik yang terjadi tidak hanya dengan pemerintah saja, tetapi juga dengan perusahaan.
Kritis Tahap II (Tahun 2013)
Tuntutan terhadap HGU PT.RAP yang dilakukan sejak 2012 akhinya meledak dengan aksi massa yang dilakukan masyarakat Abai kepada pemerintah Nagari Abai secara anarkis pada 2013. Aksi yang dilakukan masyarakat sebenarnya agar Pemerintah Nagari mendukung masyarakatnya dan bersama­-sama menolak HGU PT. RAP dengan mencabut kembali kesepakatan bersama/pernyataan terhadap penerbitan HGU PT. RAP di Nagari Abai.
Akibatnya Tahap II (Tahun 2013)
Dengan adanya aksi anarkis tersebut, akhirnya pemerintah Nagari Abai memenuhi desakan tersebut, dengan mencabut dukungan penerbitan HGU PT. RAP.
Pascakonflik Tahap II (Tahun 2013 – 2014)
Setelah pemerintah Nagari Abai mencabut kembali kesepakatan bersama/pernyataan terhadap penerbitan HGU PT. Perusahaan tetap mengajukan permohonan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat. Setelah langkah­-langkah yang ditempuh juga tidak berhasil, maka hal yang harus dilakukan masyarakat agar wilayah mereka tidak berada dalam kawasan HGU PT. RAP yaitu dengan mengirim tuntutan kepada kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta pada 2013. Tuntutan diberikan langsung oleh masyarakat Abai yang diwakili oleh 3 orang Anggota DPRD Solok Selatan. Tuntutan tersebut berkaitan dengan penolakan penyerahan lahan garapan masyarakat kedalam Hak Guna Usaha (HGU) PT. Ranah Andalas Plantation. Bahwa terkait dengan  adanya dukungan penerbitan HGU PT. RAP dari lima Wali Nagari dengan direktur utama PT. RAP dan adanya rekomendasi dari Bupati Solok Selatan telah menimbulkan konflik antara masyarakat Nagari Abai dengan Pemerintah Nagari. Lahan yang diusulkan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh PT. RAP sebenarnya bukan tanah Ulayat Nagari, akan tetapi adalah lahan garapan milik pribadi yang telah dikuasai selama berpuluh-puluh tahun yang lalu. Akhirnya situasi ini kembali normal ketika upaya yang dilakukan masyarakat membuahkan hasil. Pada 2014 BPN pusat menolak HGU yang di usulkan PT. RAP.
Penahapan “Konflik Masyarakat Nagari Abai dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan mengenai Hak Guna Usaha  (HGU) PT. Ranah Andalas Plantation (RAP)”




REFERENSI
Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik Keterampilan & Strategi untuk Bertindak.
Jakarta: The British Council.
Amrizal. 2015. Jurnal Konflik Masyarakat Nagari Abai dengan Pemerintah Kabupaten Solok
Selatan Mengenai  Hak Guna Usaha PT. Ranah Andalas Plantation.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar