Sponsor

Rabu, 07 Desember 2016

MAKALAH PEREMPUAN DIMATA HUKUM



TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH ANALISIS JENDER
“Perempuan di Mata Hukum”


SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA”APMD”
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Setiap manusia memiliki HAM tanpa terkecuali. HAM yang dimiliki setiap orang ini harus mampu dipahami sebagai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dimana didalamnya mengandung suatu hak dan kewajiban yang selayaknya untuk dilindungi keutuhannya sebagai hak milik seseorang.
Secara umum perlindungan terhadap HAM setiap orang ini dapat melalui hukum atau aturan yang berlaku baik formal maupun nonformal. Perlindungan yang diberikan harus bersifat netral yakni tidak membedakan-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain bahwa seharusnya dimata hukum laki-laki dan perempuan. Dimana keduanya harus ditempatkan seimbang atau setara. Namun pada kenyataannya masih banyak ketidaksetaraan yang terjadi di dalam hukum atau aturan yang berlaku. Sehingga menimbulkan ketidakadilan-ketidakadilan terhadap salah satu pihak yakni perempuan  cenderung dinomorduakan. Sehingga agar supa tidak terjadi ketidakadilan dalam terhadap perempuan karena hukum atau aturan, maka dipandang perlu adanya hukum yang berkeadilan gender.

B.    RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah bagaimana  posisi perempuan didalam hukum di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
Jika berbicara soal perempuan di mata hukum, maka kita harus melihat posisi atau keberadaan perempuan secara utuh dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan bersosial berarti perempuan itu merupakan anggota keluarga, masyarakat kecil, dan negara. Ketiga dimensi ini harus mampu dilihat secara seimbang. Sebab dalam tiap dimensi mengandung status, peran, hak, serta kewajiban yang berbeda-beda. Dimana semuanya itu menjadi bagian penting untuk mencapai kebermaknaan kehidupan seseorang. Sehingga perlu adannya suatu keadilan terhadap status, peran, hak, serta kewajiban tersebut salah satunya dengan adanya hukum yang melindunginya. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang justru keterikatan perempuan dalam hukum menimbulkan ketidakadilan dan mendiskriminasikan perempuan.
Undang-undang dasar 1945 menganut prinsip kesamaan hak, hal ini dapat kita lihat pada pasal 27 ayat 1 dan 2, pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 ayat 1. Pasal 27 ayat 1 menyebutkan nahwa segala warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan  dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan baik tidak ada kecualinya. Ayat 2 menyebutkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Secara umum dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia bahwa setiap orang memiliki hak dan kedudukan yang sama. Artinya bahwa seharusnya perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki dihadapan hukum. Namun pada kenyataannya dalam catatan sejarah perempuan selalu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Perempuan di pandang sebagai kaum yang berada di posisi kedua setelah laki-laki. Perempuan dianggap sangat bergantung pada laki-laki. Bahkan perempuan dianggap tidak memiliki kedudukan hukum. Sehingga tidak heran jika sering kita dengar terjadinya kesewenang-wenangan yang dilakukan terhadap perempuan. Sehingga tujuan dari adanya hak asasi manusia dengan prinsip non diskriminasi yang menjadi bagian terpenting di dalamnya menjadi sangat bertentangan.
Sejauh ini antara hukum negara dan hukum adat mengenai perempuan sering terjadi benturan. Hal ini juga menjadi problema yang serius yang dihadapi kaum perempuan. Keadaan yang saling berbenturan ini akan menjadi kegalauan besar pada diri perempuan. Salah satu contohnya nya pada daerah yang menganut sistem patrialkhal yang menjadi salah satu hukum keluarganya. Dimana dapat terjadi benturan dalam hukum warisan nantinya.
Di daerah dengan sistem patrineal pada umumnya yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki saja. tetapi bukan berarti anak perempuan tidak mendapat apa pun juga. Biasanya mereka diberi barang-barang yang berharga saat perkawinan atau sebagai pemberian pada waktu lain, misalnya suku batak Toba yang memberikan tanah kepada anak perempuan yang menikah dan anak perempuan yang lahir pertama. Sedangkan dalam hukum negara bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal waisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam artian bahwa bagian anak laki sama dengan anak perempuan (Keputusan MA No. 179/K/SIP1961).
Secara umum memang banyak hukum lainnya yang mengatur tentang perempuan namun sangat disayangkan bahwa masih banyak juga hukum tersebut yang ternyata bias jender. Sehingga tugas besar bagi para redaksi hukum untuk kedepannya adalah bagaimana agar mampu menciptakan hukum yang memang benar-benar berkeadilan jender baik secara pemaknaan dan pelaksanaannya.
Eksistensi hukum yang mengatur perempuan yang kini ada juga tidak bisa lepas dari konteks perjuangan perempuan. Sehingga studi-studi tentang perempuan/ kewanitaan sangat urgen dalam upaya melakukan pembaharuan hukum yang berkaitan dengan perempuan karena bagaimanapun input data yang jelas dibutuhkan dalam upaya melahirkan / memperkenalkan nilai serta gerakan yang akan berkembang.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
       Bahwa pada dasarnya secara hukum formal wanita memiliki hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Namun pada kenyataannya bahwa seringkali hukum formal/ negara bertentangan dengan hukum adat yang berlaku. Sehingga menimbulkan kegalauan pada diri seorang wanita. 
Eksistensi hukum yang mengatur perempuan yang kini ada juga tidak bisa lepas dari konteks perjuangan perempuan. Sehingga studi-studi tentang perempuan/ kewanitaan sangat urgen dalam upaya melakukan pembaharuan hukum yang berkaitan dengan perempuan karena bagaimanapun input data yang jelas dibutuhkan dalam upaya melahirkan / memperkenalkan nilai serta gerakan yang akan berkembang.



DAFTAR PUSTAKA


Widanti, Agnes. 2005. Hukum Berkeadilan Jender. Jakarta : Kompas.
Suwondo,Nani. 1981. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat. Jakarta :
Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar